selamat datang

Selamat Datang di Blog Saya
Blog ini merupakan blog saya yang sangat sederhana yang berisikan informasi yang mungkin anda butuhkan.


SELAMAT MEMBACA

jangan Lupa ya Tinggalkan Pesan anda

Rabu, 03 November 2010

Saatnya memberantas Phobia Matematika


Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam system pendidikan di dunia. Negara yang mengabaikan pendidikan matematika sebagai perioritas utama akan tertinggal dari kemajuan  segala  bidang terutama Sains dan teknologi. Maka tak heran jika peradaban manusia berubah dengan pesat ditunjang oleh partisipasi matematikayang selalu mengikuti perkembangan zaman. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Atas dasar itu, pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta dididk sejak bangku SD sampai perguruan tinggi untuk membekali peserta didik dengan kemampuyan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama.
Tapi kenyataannya, dalam perkembangannya pelajaran Matematika ini malah banyak menimbulkan masalah dan perlu mendapat perhatian serius dari para Ahli dan Pendidik.
Berdasarkan dari hasil penelitian di Indonesia ( Kompas, 2001), ditemukan bahwa tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika untuk semua jenjang pendidikan masih sekitar 34%. Ini sangat memprihatinkan. Anggapan masyarakat khususnya dikalangan pelajar matematika masih merupakan pelajaran yang sulit bahkan sangat ditakuti oleh sebagian besar pelajar. Mereka juga menganggap matematika sebagai momok, ilmu yang kering dan teoritis, penuh dengan lambang-lambang, rumus-rumus yang sulit dan sangat membingungkan.
Akibatnya pelajaran matematika kehilangan sifat netralnya. Kondisi ini diperparah oleh sikap guru pengajar matematika yang sering berprilaku Killer, galak, mudah marah, suka mencela, monoton, terlalu cepat dalam mengajar dan otoriter edan menganggap siswa yang bertanya sebagai hal yang kurang ajar. Disamping itu, juga disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada hafalan, kecepatan berhitung dan prestasi individu, serta banyaknya guru pengajar matematika yang tidak mengetahui proses terpenting dalam bermatematika adalah nalar, bukan kemampuan berhitung, mereka juga menganggap bahwa siswa yang tidak bisa cepat berhitung tidak pintar matematika. 

Selain itu, kurikulum matematika yang padat juga menyebabkan pengajaran matematika di sekolah-sekolah cenderung didominasi proses transfer of knowledge saja dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri kearah mana merek abereksplorasi dan menemukan pengetahuan yang bermakna bagi diri mereka.  Agar selama 12 tahun belajar matematika itu tidak sia-sia dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hal diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kita lebih mementingkan siswa tahu apa (learning to know) daripada siswa bisa apa (learning to do), lebih- lebih terhadap siswa menjadi apa ( learning to be). Miliaran dana untuk Try out atau BT yang muaranya hanya mengajar siswa (learning to know) bukan mendidik siswa menjadi apa (learning to be). Seorang guru ternyata hanya mengajar  siswa menjadi pintar menjawab soal ujian, bukan mendidik siswa menjadi cerdas  memecahkan persioalan kehidupan yang akan dihadapinya kelak.
Padahal, tujuan dibrikannya matematika di sekolah  adalah untuk mempersiapkan peserta didik  agar dapat bermatematika dalam kehidupan sehari- hari  mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus tenaga pendidik  di bidang pendidikan khususnya pendidikan matematika seharusnya melakukan berbagai perubahan bagaimana peserta didik itu lebih mencintai matematika dan dapat menerapkan matematika dalam kehidupan .
Kita sebagai tenaga pendidik diharapkan  agar melakukan proses pembelajaran  matematika dapat dilangsungkan secara manusiawi sehingga matematika tidak dianggap lagi menjadi momok yang sangat menakutkan bagi siswa seperti pelajaran yang sulitlah, keringlah, bikin pusing dan anggapan negative lainnya.
Adapun metode dalam pembelajaran matematika  harus disesuaikan dengan kepada siapa materi itu diajarkan. Cara mengajarkan matematika kepada peserta didik yang masih berusia 0 sampai 5 tahun tentunya berbeda dengan peserta didik usia dewasa.kita juga harus memperhatikan bagaimana mengajar matematika itu bila waktunya di pagi hari, siang hari, sore hari ataupun malam hari.  Oleh Karena itu, seorang guru harus memiliki model pembelajaran matematika yang berpariasi.
Selain itu kita harus  menyelenggarakan proses pembelajaran  matematika yang lebih baik dan bermutu. Jika selama ini matematika dianggap sebagai ilmu yang abstrak, rumus-rumus dan soal-soal. Maka sudah saatnya bagi siswa untuk menjadi  lebih akrab dan familier dengan matematika.
Adapun Mengubah paradigma pembelajaran matematika juga sangat diperlukan, dimana siswa diposisikan sebagai objek, dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa. Sementara guru diposisikan diri sebagai orang yang mempunyai pengetahuan, sebagai satu-satunya sumber ilmu. Sudah saatnya paradigm mengajar tersebut diganti dengan paradigm belajar. Dimana dalam paradigm belajar, siswa diposisikan sebagai subjek. Pengetahuan bukan merupakan sesuatu yang sudah jadi melainkan suatu proses yang harus digeluti dan difikirkan. De3ngan demikian siswa sendirilah yang harus aktif. Disini tugas guru bukan lagi aktif mentrasfer pengetahuan, melainkan bagaimana menciptakan kondisi  belajar yang sesuai materi dan representative.
Pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan menarik  bagi siswa jika guru dapat menghadirkan masalah-masalah yang sudah dikenal  dalam kehidupan sehari-hari.
Impementasi pembelajaran ini tidaklah mudah, membutuhkan pemahaman yang mendalam dari para guru mengenai konteks siswa , sekolah, masyarakat dan budaya, belum lagi sikap pemerintahan terkait dengan kurikulum berbasis kompetensi  (KBK) atau KTSP dan UN. Bagaimana nanti jika guru mengembangkan model pembelajaran tersebut , tetapi siswa dievaluasi dengan pilihan berganda? Bagaimana nanti jika siswa banyak yang tidak lulus?. Kekhawatiran semacam itu tetap menghinggapi para Guru.  Guru mau tidak mau dituntut untuk bekerja keras dan terus belajar, guru satu dengan yang lainnya bisa berkorabolasi sehingga memperkaya satu sama lain sehingga pengembangan pembelajaran matematika yang bermutu dapat terwujud. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar